Rentetan Acara Khutbarul Ars’y Darul Falah Cimenteng Tahun 2025
Acara kuliah umum yang disampaikan oleh Al-Ustadz Saeful Anwar, M.Pd. menjadi momen pencerahan bagi seluruh santri dan asatidz. Dalam penyampaiannya, beliau menekankan bahwa modernitas dalam pondok bukan semata-mata soal sistem atau bentuk fisik, melainkan lebih dalam yakni tentang jiwa. Jiwa yang modern akan melahirkan sistem yang modern. Hati yang modern, cara berpikir yang modern, dan nilai hidup yang berpijak pada semangat perubahan itulah yang menjadi inti dari kepondok modernan. Modernitas bukan soal gaya, tetapi tentang visi dan orientasi kehidupan.





Al-Ustadz Saeful Anwar, M.Pd menegaskan bahwa orang yang penting adalah orang yang tahu kepentingan yang penting. Dalam konteks pondok, yang terpenting bukan sekadar membangun sistem yang rapi dan sistematis, tetapi membentuk jiwa yang siap menjadi penerus peradaban. Jiwa yang modern akan memunculkan wawasan yang modern pula. Di sinilah pentingnya filsafat hidup, yang berpijak pada nilai keislaman, keilmuan, dan kemasyarakatan. Tiga nilai ini menjadi pilar utama pembentukan karakter santri yang berjiwa visioner dan berlandaskan adab.






Pada malam harinya, acara dilanjutkan dengan sesi sharing bersama para ustadz dan ustadzah yang membahas lebih dalam mengenai ruh pesantren. Pesantren, menurut mereka, tidak memiliki petunjuk pelaksanaan (juklak) yang baku seperti lembaga formal lainnya. Justru di sinilah letak kekuatannya: pesantren dibangun oleh iuran ide, iuran jiwa, dan semangat pengorbanan. Seperti halnya Pondok Mantingan yang didirikan Trimurti, yang sejak awal lebih mengutamakan amal batini daripada amal dzohiri. Tradisi ini tumbuh karena para pendirinya telah membaca kebutuhan zaman jauh ke depan.
Menutup acara, Ustadz Saeful memberikan wejangan yang sangat dalam: pesantren tidak bisa hanya dijalankan dengan logika semata. Harus ada hubungan yang kuat dengan Allah melalui tahajud, doa, dan ketulusan. Dengan bangun malam dan bersimpuh di hadapan-Nya, akan datang pertolongan: “Rabbana atina miladunka rohmah wa hayyilana min amrina rosyada.” Pengorbanan bagi pondok tidak bisa ditakar dengan materi. Mereka yang memahami data, memahami zaman, dan bersedia berkorban secara batin dan lahir, akan lebih mudah memajukan pesantren dan mencetak generasi tangguh. Beliau pun menegaskan bahwa santri ideal adalah yang memiliki P-D-L-T: Prestasi, Dedikasi, Loyalitas, dan Tidak Cacat. Inilah bekal nyata menuju perjuangan yang sesungguhnya — bukan hanya menjadi baik, tapi menjadi orang yang berguna bagi pondok, umat, dan bangsa.
Artikel Pesantren Sebelumnya : Khutbatul Arsy: Ruh Perjuangan yang Ditiupkan Kembali