Oleh Agus Maulana, Ketua Dewan Pembina Pondok Modern Darul Falah Cimenteng
KALIAN ADALAH PEJUANG, BUKAN PEGAWAI
Ruangan itu penuh dengan semangat. Para kader Pondok Modern Darul Falah Cimenteng duduk bersila dalam formasi rapi, mata mereka berbinar, menyiratkan tekad dan kesiapan untuk mengemban tanggung jawab besar. Suasana terasa khidmat sekaligus menggugah, seperti sebuah panggilan perjuangan yang menggema dari hati ke hati.
Di tengah ruangan, H Agus Maulana, Ketua Dewan Pembina Pondok, berdiri dengan penuh wibawa. Suaranya mengalun tegas, menggugah kesadaran para kader. “Kalian adalah pejuang, bukan pegawai,” katanya, mengawali pembekalan dengan nada yang menancap di jiwa.
Ia mengingatkan status Pondok Modern Darul Falah Cimenteng Subang sebagai Pondok Wakaf yang meneladani Pondok Modern Darussalam Gontor. Wakaf ini bukan sekadar wakaf tanah, bangunan, atau aset, tetapi juga wakaf nilai-nilai, sistem, dan arah perjuangan. “Komitmen ini membawa konsekuensi besar,” tegasnya, “bahwa pengelolaan pondok tidak bergantung pada individu, keluarga, atau keturunan, melainkan pada sistem kaderisasi. Kalian adalah kader terbaik yang akan melanjutkan estafet perjuangan pondok ini.”
Baca juga sebelumnya :
- In Memoriam KH Muhammad Abduh Yazid Pimpinan Pondok Kumala Sari Cianjur
- Pelaksanaan Asesmen Sumatif Semester Akhir
- Akal Yang Sehat Terdapat Pada Badan Yang Sehat
- Upacara Pembukaan Ujian Lisan & Ujian Tulis
- Sosialisasi Pencegahan Perundungan di Pondok Modern Darul Falah
Dalam kesempatan tersebut, H Agus Maulana mengutip kata-kata magis pendiri Gontor yang telah menjadi mantra perjuangan para pejuang pendidikan Islam: “Bondo Bahu Pikir Lek Perlu Sak Nyawane Pisan” – Berikan segala yang kita miliki: harta, tenaga, pikiran, bahkan jika perlu nyawa sekalipun. Juga semboyan luhur yang menjadi pengingat abadi: “Berjasalah tapi jangan Minta Jasa”. Kata-kata ini membakar semangat para kader, mengukuhkan kesadaran bahwa perjuangan di pondok ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk cita-cita besar yang harus hidup sepanjang masa.
“Di pondok ini,” lanjutnya, “ada Panca Jiwa, Motto, dan Panca Jangka. Panca Jiwa dan Motto adalah ruh pondok, fondasi ideal yang menjadi pijakan sepanjang masa. Sementara Panca Jangka adalah kerangka kerja operasional yang menjadi barometer kemajuan kita.”
Panca Jiwa:
Keikhlasan
Kesederhanaan
Kemandirian
Ukhuwah Islamiyah
Kebebasan
Motto:
Berbudi tinggi, Berbadan sehat, Berpengetahuan luas, Berpikiran bebas.
Panca Jangka:
Pendidikan dan Pengajaran
Kaderisasi
Pergedungan
Khizanatullah (pendanaan)
Kesejahteraan Keluarga

Agus Maulana menegaskan bahwa pondok adalah cita-cita besar yang tidak boleh mati meski para kiai, badan wakaf, dan guru telah tiada. Oleh karena itu, diperlukan kader yang memiliki mental pejuang – siap berkorban, memahami hakikat perjuangan li ‘ilai kalimatillah. “Hidupilah pondok, jangan mencari penghidupan dari pondok,” tegasnya.
Kepada para orang tua, ia berpesan agar ikhlas bahkan bersyukur memiliki anak yang bertekad menjadi pejuang. “Doakan dan motivasi mereka agar tetap istiqamah. Jangan khawatir tentang masa depan mereka. Janji Allah jelas: barangsiapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolong dan mencukupkan rezekinya.”
Di akhir pembekalan, Agus Maulana mengingatkan para kader untuk memanfaatkan waktu belajar sebaik-baiknya, baik di Gontor maupun di tempat lain. Ia menekankan pentingnya belajar semua aspek kehidupan pondok agar bisa diterapkan di Darul Falah kelak.
“Perluas wawasan dan pergaulan, aktiflah dalam organisasi, kuasailah Bahasa Arab dan Inggris, serta tingkatkan kemampuan kepemimpinan.”
Dengan suara yang bergetar, ia mengakhiri pesannya. “Kalian adalah orang-orang pilihan. Di pundak kalian ada tanggung jawab besar akan masa depan pondok ini. Jangan khianati harapan pondok dengan tindakan yang merusak arah perjuangan.”
Ruangan hening sejenak. Namun, di dalam hati setiap kader, api semangat berkobar lebih besar. Mereka tahu, perjuangan ini adalah panggilan hidup yang mulia.
Disampaikan pada Ahad, 23 Mei 2021